Penulis: Finta Mayona, Mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia UIN SUSKA RIAU Angkatan 2021
Modernisasi telah membawa perubahan signfikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia termasuk di Indonesia, dari perkembangan teknologi hingga globalisasi, kita telah melihat kemajuan yang luar biasa. Namun, dibalik semua manfaat ini, ada satu aspek penting dari warisan budaya yang sedang berada diambang kepunahan yaitu bahasa daerah.
Bahasa daerah merupakan salah satu warisan budaya yang paling berharga. Berdasarkan data terbaru dari Peta Bahasa Kemdikbud (https://petabahasa.kemdikbud.go.id/), bahasa daerah di Indonesia yang telah diidentifikasi dan divalidasi sebanyak 718 bahasa dari 2.560 daerah pengamatan. Keberagaman linguistik ini mencerminkan kekayaan budaya yang luar biasa. Namun, di era modernisasi bahasa-bahasa tersebut menghadapi ancaman serius. Berdasarkan pada data yang diperoleh dari Ethnologue pada tahun 2023, terdapat 24 bahasa daerah di Indonesia tidak lagi memiliki penutur atau jumlah penuturnya 0. Saat ini, Indonesia menempati posisi kedua sebagai negara yang paling banyak bahasa daerahnya. Diperkirakan pada akhir abad ke-21, lebih dari setengah bahasa daerah di Indonesia akan punah.
Berdasarkan Data Pokok Kebahasaan dan Kesastraan (https://dapobas.kemdikbud.go.id/) Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, terdapat beberapa provinsi di Indonesia dengan jumlah bahasa yang paling banyak mengalami kepunahan. Beberapa provinsi tersebut yakni Maluku, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Jawa Tengah dan Maluku Utara. Di provinsi Maluku, terdapat 12 bahasa yang mulai punah (Hoti, Hukumina, Hulung, Kamarin, Kayeli, Loun, Maksela, Naka’ela, Nila, Nusa Laut, Serua dan Te’un), di Papua terdapat 5 bahasa (Awere, Mapia, Onin Pidgin, Saponi, dan Tandia), di Papua Barat terdapat 3 bahasa (DurianKere, Dusner dan Iha Podgin), di Nusa Tenggara Barat terdapat 1 bahasa (Tambora), di Sulawesi Utara terdapat 1 bahasa (Ponosakan), di Jawa Tengah terdapat 1 bahasa (Javindo), dan di Maluku Utara terdapat 1 bahasa (Ternateno).
Bahasa Nasional dan Global Mengancam Eksistensi Bahasa Daerah
Salah satu faktor utama yang menyebabkan punahnya bahasa daerah adalah dominasi bahasa nasional dan internasional. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional telah menjadi alat komunikasi di seluruh negeri. Sementara itu, bahasa Inggris dengan statusnya sebagai bahasa global semakin mendominasi di dunia pendidikan dan bisnis. Akibatnya, penggunaan bahasa daerah semakin terpinggirkan, terutama di kalangan generasi muda.
Generasi muda memainkan peran penting dalam pelestarian bahasa daerah. Namun, banyak dari mereka yang lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing karena dianggap lebih bergengsi dan praktis. Di sisi lain, bahasa daerah sering kali dianggap kuno dan tidak relevan dengan kehidupan modern. Hal ini semakin mempercepat punahnya bahasa daerah.
Urbanisasi juga berperan dalam meredupnya penggunaan bahasa daerah. Banyak masyarakat yang berpindah dari desa ke kota untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Di kota, interaksi sosial yang terjadi lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing, sehingga penggunaan bahasa daerah menjadi semakin jarang.
Kehilangan bahasa daerah berarti kehilangan cara unik kita dalam melihat dunia. Setiap bahasa membawa kosakata, idiom, dan ekspresi budaya yang khas. Bahasa daerah juga sering kali mengandung pengetahuan lokal yang berharga, dari cerita rakyat hingga kearifan lokal yang telah diwariskan turun temurun. Jika bahasa-bahasa ini punah, kita tidak hanya kehilangan alat komunikasi, tetapi juga identitas budaya dan pengetahuan yang berharga.
Upaya pelestarian bahasa daerah memang sudah ada, baik dari pemerintah maupun komunitas lokal. Program pengajaran bahasa daerah di sekolah-sekolah, dokumentasi bahasa, dan festival budaya merupakan beberapa langkah yang telah diambil. Namun, upaya ini harus lebih ditingkatkan dan dipercepat. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan di mana bahasa daerah dapat terus hidup dan berkembang.
Banyak orang merasa lebih keren dengan menggunakan bahasa asing, seperti dalam pemberian nama perumahan seperti “Green Valley Residence” atau “Sunset Garden”, nama anak seperti “Kevin” atau “Jessica”, nama toko atau kafe seperti “Coffee Break” atau “Happy Bakery”, hingga istilah dalam gaya hidup seperti “brunch” atau “staycation”. Fenomena ini menunjukkan bagaimana bahasa asing dianggap lebih modern dan prestisius, sementara bahasa daerah menjadi semakin tersingkir.
Ancaman Selanjutnya: Teknologi
Selain itu, teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk pelestarian bahasa daerah. Aplikasi pembelajaran bahasa, media sosial, dan platform digital lainnya seperti podcast, vlog, dan e-learning dapat digunakan untuk mengenalkan dan mengajarkan bahasa daerah kepada generasi muda. Dengan cara ini, kita bisa mengubah tantangan modernisasi menjadi peluang untuk melestarikan warisan budaya kita. Di tengah arus modernisasi yang tak terelakkan, kita harus ingat bahwa keberagaman budaya dan bahasa adalah aset yang tak ternilai. Pelestarian bahasa daerah bukan hanya tentang mempertahankan cara berkomunikasi, tetapi juga tentang menjaga identitas, sejarah, dan kekayaan pengetahuan lokal. Belum terlambat mengambil langkah nyata untuk memastikan bahwa bahasa daerah kita tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang di era digital ini.
Di era globalisasi sekarang, teknologi seperti AI (Artificial Intelligence), VR (Virtual Reality), dan AR (Augmented Reality) semakin meresap ke dalam setiap aspek kehidupan kita. Oleh karena itu, pelestarian bahasa daerah menjadi semakin penting. Meskipun arus modernisasi membawa perubahan besar dalam cara kita hidup dan berinteraksi, kita tidak boleh mengabaikan pentingnya memelihara akar budaya. Teknologi menawarkan solusi yang inovatif untuk mengatasi tantangan pelestarian bahasa daerah. Misalnya, aplikasi pembelajaran bahasa daerah yang interaktif dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik bagi generasi muda yang terbiasa dengan teknologi. Selain itu, media sosial dan platform digital lainnya seperti YouTube, TikTok, dan Instagram dapat menjadi wadah untuk berbagi pengetahuan tentang bahasa daerah dan memperluas jangkauannya ke berbagai kalangan, tidak hanya di tingkat lokal tetapi juga global.
Pemanfaatan teknologi dalam pelestarian bahasa daerah juga membuka peluang untuk membangun jaringan komunitas yang lebih luas, melalui platform digital seperti forum daring, grup Facebook, dan aplikasi pesan instan seperti WhatsApp dan Telegram. Individu dari berbagai daerah yang memiliki bahasa daerah yang sama atau mirip dapat saling berbagi pengalaman, tradisi, dan kosakata unik mereka. Hal ini tidak hanya memperkuat rasa solidaritas antar anggota komunitas, tetapi juga memperluas kesadaran akan keberagaman bahasa dan budaya di seluruh dunia.
Namun, kita juga perlu menyadari bahwa pemanfaatan teknologi dalam pelestarian bahasa daerah tidaklah tanpa tantangan. Salah satu tantangan utama adalah pengembangan konten yang akurat dan terpercaya. Dalam upaya untuk mengajarkan bahasa daerah kepada generasi muda, kita harus memastikan bahwa sumber daya yang disediakan melalui teknologi memenuhi standar kebenaran linguistik dan kultural. Selain itu, akses terhadap teknologi juga perlu diperluas agar tidak ada yang tertinggal dalam upaya pelestarian bahasa daerah ini. Dengan mengambil langkah-langkah konkret untuk memanfaatkan teknologi dalam pelestarian bahasa daerah, kita dapat mengubah tantangan modernisasi menjadi peluang untuk memperkuat dan melestarikan warisan budaya kita.
Keberagaman bahasa adalah aset berharga yang harus kita jaga dan kembangkan untuk generasi mendatang. Dengan kesadaran kolektif dan tindakan nyata, kita dapat memastikan bahwa bahasa daerah kita tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang di tengah arus modernisasi yang tak terelakkan ini. Mari kita manfaatkan teknologi dan inovasi untuk mengangkat kembali kekayaan budaya lokal dan menjadikannya relevan di era digital ini.