PERAN LITERASI DIGITAL DALAM MENCEGAH PENYEBARAN INFORMASI PALSU ATAU HOAX DI MEDIA SOSIAL

Penulis: Fani Safitri, mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia UIN SUSKA RIAU Angkatan 2021

Perkembangan teknologi yang semakin canggih saat ini ditandai dengan semakin meningkatnya pengguna internet. Internet digunakan oleh hampir semua kelompok usia, mulai dari orang dewasa hingga anak-anak. Media sosial menjadi salah satu tempat yang mendapat sambutan hangat dari para pengguna internet. Menurut laporan dari We Are Social, pada Januari 2024 terdapat 129 juta pengguna aktif media sosial di Indonesia. Angka ini setara dengan 49,9% dari total populasi di dalam negeri.

Media Sosial Sebagai Pusat Penyebaran Informasi

Keberadaan internet sebagai platform daring menyebabkan penyebaran informasi yang belum pasti kebenarannya beredar dengan sangat cepat. Media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, YouTube, dan lainnya merupakan tempat penyebaran informasi. Media sosial ini dapat diakses oleh siapa saja yang menginstal aplikasinya. Kehadiran fitur like, hashtag, share, dan trending topic di media sosial memungkinkan informasi tersebar dalam hitungan detik.

Media sosial memang memberikan akses yang mudah untuk tersebarnya informasi secara cepat, hal tersebut banyak sisi positif dan negatif dari media sosial yang dirasakan semua orang baik secara sadar ataupun tidak. Karena tidak semua orang memanfaatkan media sosial dengan baik. Beberapa oknum memanfaatkan media sosial untuk tindakan kejahatan dan juga penyebaran informasi palsu atau hoax. Jika para pengguna media sosial tidak bisa memilah dan membaca secara cermat informasi yang mereka terima akan membuat mereka terjebak ke dalam pemahaman yang salah tentang sebuah informasi yang mereka dapatkan.

Literasi digital mencakup keterampilan individu dalam memanfaatkan alat digital dengan efektif. Literasi digital bertujuan untuk memperoleh pengetahuan baru, memperluas media ekspresi, dan berinteraksi dalam konteks tertentu untuk mendukung perkembangan sosial. Ini mencakup berbagai aspek seperti pemahaman komputer, teknologi informasi, visual, media, dan komunikasi.

UNESCO mengartikan literasi digital sebagai keterampilan untuk menggunakan teknologi digital secara aman dan efektif dalam mengakses, mengelola, memahami, mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan menciptakan informasi. Tujuannya adalah untuk mendukung ketenagakerjaan, pekerjaan yang layak, dan kewirausahaan. Literasi digital juga mencakup kemampuan membaca dan menulis dalam lingkungan digital.

Bentuk-bentuk literasi digital saat ini banyak ditemui di internet dan di perpustakaan kota serta daerah. Salah satu contoh literasi digital yang umum di internet adalah e-book dan bahan bacaan digital, yang tidak selalu terbatas pada konten yang tersedia secara daring. Secara keseluruhan, literasi digital dapat diartikan sebagai upaya untuk memahami, menggunakan, melibatkan, mentransformasi teks, dan melakukan analisis. Ini mencerminkan fokus pada pengembangan kompetensi dalam membaca dan menulis.

Peran Literasi Digital

Ditengah era digital yang kini tengah berlangsung, pentingnya peran literasi semakin ditekankan dan harus dijaga.dengan banyak membaca informasi terlebih dahulu membuat kita terhindar dari jebakan informasi palsu. Membaca memberikan banyak sekali manfaat untuk diri kita di era digital saat ini, akan tetapi tingkat minat membaca di Indonesia masih dianggap sangat rendah, hal ini bisa memudahkan informasi palsu menyebar dengan cepat. Masyarakat Indonesia terlalu malas untuk membaca kalimat yang panjang dan lebih mudah percaya dengan interpretasi atau pernyataan dari orang lain. Hal ini mengakibatkan informasi menjadi simpang siur dan berbeda dengan informasi sebenarnya.

Beberapa kasus yang berhubungan dengan literasi digital adalah, “Kasus  Pinjaman Online Ilegal yang Muncul Akibat Rendahnya Literasi Digital.” Dilansir dari Kompas.com hal ini terjadi karena perkembangan signifikan dalam sektor teknologi informasi telah mempermudah masyarakat dalam mengakses berbagai platform digital. Ini termasuk dalam akses terhadap aplikasi pinjaman online yang sah dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta pinjaman online yang tidak sah. Dengan hanya menggunakan paket data dan smartphone, individu dapat mengakses situs pinjaman online dan mengunduh aplikasi pinjaman dari toko aplikasi.

Sayangnya, peningkatan akses ke aplikasi tersebut tidak sejalan dengan peningkatan literasi digital dan literasi keuangan, terutama di kalangan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang terbatas, khususnya dari golongan kelas menengah ke bawah. Hal ini mengakibatkan dampak negatif, terutama pada mereka yang sering terperangkap dalam kasus pinjaman online.

Kasus lainnya adalah “Dugaan Pelecehan Seksual di UNY Ternyata hoax, Polda DIY: Motif Sakit Hati”. Dilansir dari Tempo.co, seorang mahasiswa UNY ditangkap karena dugaan berita bohong tentang pelecehan seksual yang terjadi di Universitas Yogyakarta (UNY). pemberitaan tentang pelecehan seksual tersebut disebar melalui media sosial Twitter dan Berhasil menarik perhatian publik. Ternyata hal tersebut dilakukan oleh pelaku karena merasa sakit hati karena saat  mendaftar di BEM UNY ditolak oleh salah satu anggota BEM.

Dari beberapa kasus tersebut terlihat bagaimana mudahnya informasi palsu menyebar. Hal ini jika dibiarkan akan merusak pemikiran masyarakat yang cenderung terbiasa dengan informasi palsu yang beredar, sehingga pada akhirnya akan sulit sekali membedakan mana yang fakta dan mana yang palsu. Oknum-oknum penyebar informasi palsu pun akan semakin mudah untuk melakukan aksinya karena masyarakat yang mudah termakan hoax. Peran literasi digital ini sendiri memang akan sulit dilakukan di masa sekarang khususnya bagi masyarakat Indonesia sendiri, karena sudah terlena dengan kebiasaan kurang melestarikan kegiatan membaca, dan juga kurangnya edukasi yang tepat.

Untuk itulah literasi digital ini bisa kita lakukan dimulai dari diri sendiri, memberikan edukasi kepada masyarakat secara perlahan dan juga bisa menggunakan sosial media dengan tepat, seperti menyebarkan informasi yang fakta dan memberikan pemahaman tentang informasi palsu yang sudah terlanjur beredar di masyarakat. Hal ini mungkin akan membutuhkan banyak waktu, namun jika diterapkan dengan baik maka semakin lama akan membuat banyak orang ikut serta melakukannya. Kita juga bisa membuat konten edukasi tentang penyebaran informasi palsu, dan meluruskan informasi hoax yang beredar melalui konten edukatif.

About Lecturer PBIN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *